UPDATE
/// Ketersediaan Pangan Aman Jelang Nataru, Mentan: Kenaikan Harga Indikasikan Tata Niaga Bermasalah /// Bologna Ukir Sejarah, Hadapi Inter Milan di Semifinal Piala Super Italia /// Harga Emas UBS dan Galeri24 di Pegadaian Kompak Terus Menguat /// Menhub Dudy Purwagandhi Resmikan Posko Pusat Angkutan Nataru 2025-2026 /// Nasib Sampah Tangsel di Tengah Tetangganya Berupaya Olah Sampah Secara Lebih Canggih

Memastikan Kripto Syariah sebagai Penggerak Keuangan Syariah di Masa Depan

Tim Redaksi 17 December 2025 - 03:30 WIB
9x
Gambar Berita
Britahu.info - Yaser Taufik Syamlan Wakil Rektor Universitas Tazkia - Bogor

REPUBLIKA.CO.ID, Crypto currency sedang menjadi perbincangan yang hangat terutama ketika beberapa pihak yang saat ini sedang mengajukan usulan kepada Dewan Syariah Nasional (DSN) agar umat muslim di Indonesia bisa mempunyai pegangan ketika mereka bertransaksi dan berinvestasi dengan kripto ini. Ala kulli hal, Dewan Syariah Nasional (DSN) sudah mengeluarkan pendapat mereka mengenai status kripto di mata syariah ini melalui Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VII yang diselenggarakan di Hotel Sultan Jakarta pada tanggal 4-11 Rabi’ul Akhir 1443 H/ 9-11 November 2021. Secara umum, DSN menjelaskan tiga poin yang secara general akan dijadikan pedoman.

Yang pertama, Dewan Syariah Nasional menyatakan ketidak-bolehannya kripto sebagai mata uang yang merujuk kepada posisi rupiah sebagai satu‑satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia, hal ini mengacu kepada aturan pemerintah yang termaktub pada undang-undang nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran. Disisi lain, seperti yang juga dijelaskan di dalam Ijam, kripto tetapi diakui sebagai aset digital melalui peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) nomor 5 tahun 2019. ​

Meskipun diterima sebagai aset digital (komoditi), dalam dokumen Ijma juga dinyatakan bahwa ”cryptocurrency memiliki banyak risiko yang merugikan, di antaranya: mengancam kedaulatan mata uang resmi negara dan rawan dijadikan sarana Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Di samping itu belum ada regulator resmi dan lembaga penjamin transaksi aset crypto oleh negara. Dalam perspektif syari’ah penggunaan cryptocurrency memiliki unsur gharar (spekulasi) dan qimar (perjudian). Hal ini disebabkan votalitas harga yang naik dan turun secara luar biasa bahkan ada yang sampai nol. ”

Oleh karena itu, forum Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia meresponnya dengan memberikan pandangan kedua terkait kripto dimana ”Cryptocurrency sebagai komoditi/aset digital tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, qimar (perjudian) dan tidak memenuhi syarat sil'ah (komoditi) secara syar’i, yaitu: ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik, dan bisa diserahkan ke pembeli”. Pada poin ini, dikarenakan statusnya tidak sah sebagai harta, maka perdagangannya di pasar bisa mengarah ke riba karena pada akhirnya uang ditukarkan dengan uang tanpa ada komoditas sektor rill yang menjadi perantara.

Poin ketiga dari Ijtima DSN dijelaskan bahwa ”Dalam hal cryptocurrency sebagai komoditi/aset memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying, serta tidak mengandung gharar, dharar, dan qimar, hukumnya sah untuk diperjualbelikan”. Poin ini memberikan pedoman bahwa kripto harus punya keterkaitan dengan sebuah aset yang halal. ​

Lebih lanjut, dalam memaknai Ijma ulama diatas, kita harus back to basic. Dahulu ketika kita belajar di kelas -kelas ataupun kajian-kajian, kita selalu diberikan arahan oleh guru-guru kita bahwa perbedaan utama dari ekonomi islam dari ekonomi ribawi adalah dalam hal keterkaitannya dengan sektor riil. Itu artinya, keterikatan keuangan dan sektor riil akan menjadi kunci bagi masa depan kripto syariah dan fatwa yang akan dikeluarkan oleh DSN. Tidak ada yang menyangkal bahwa secara teknologi kripto adalah sebuah lompatan besar walaupun aspek green dan sustainable finance kerap dikritik karena membutuhkan energi yang besar untuk memastikan dunia kripto yang maya ini tetap eksis.

Justru pertanyaan berikutnya yang menarik untuk direnungkan, Bagaimana supaya kripto bisa menjadi solusi yang masalahat?

Sekali lagi, kita harus back to basic. Basic dari keuangan syariah sebenarnya adalah bagaimana sektor keuangan harus mempunyai keterikatan dan ketersambungan dengan sektori riil. Dengan begitu, bisa jadi kedepannya kripto tidak hanya dijadikan penanda bahwa sebuah aset di sektor riil bisa masuk ke sektor keuangan untuk diperjualbelikan tetapi juga menjadi sebuah aset yang halal. ”Kripto Syariah” menjadi sebuah frase yang sangat ditunggu walaupun tantangannya secara operasional untuk membuktikan aspek syariah nya juga besar. Syariah sangat pro dengan bisnis dan platform yang kedepan akan memperjualbelikan komoditas kripto syariah juga harus memastikan aset digital yang mereka jual juga merepresentasikan real world asset.

Merujuk kepada Syamlan et al., (2025) setidaknya ada 4 paramater supaya kripto menjadi maslahat dan bukan malah menjadi mafsadat. Keempat paramater tersebut akan memastikan bahwa benefit kripto bukan hanya menguntungkan para crypto exchanger yang hanya fokus mendapatkan fee sahaja tetapi juga memastikan coin holders-nya mendapatkan manfaat tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Keempat parameter tersebut adalah pemenuhan rukun – syarat, maqasid syariah, aspek akuntansi serta pemenuhan hak -hak para konsumen yang memegang aset tersebut.

Dari parameter rukun dan syarat, dalam transaksi kripto syariah, masalah utama yang harus diselesaikan adalah bagaimana aset digital tersebut sebagai sebuah barang bisa merepresentasikan aset riil serta bisa langsung dimiliki dan dipindah tangankan. Agar hal tersebut bisa terjadi, aspek krusial yang harus diperhatikan adalah ketika melakukan proses merubah aset di sektor riil menjadi sebuah token agar betul-betul bisa dikuasai oleh pemiliknya. Sebagai contoh, ketika properti komersial dijadikan underlying asset sebuah kripto, maka pihak yang menerbitkan kripto akan menjadikan aset tersebut menjadi sebuah Non-Fungible Token (NFT) sebelum pada akhirnya masuk di eksosistem blockchain yang menjadi tempat untuk transaksinya. Sedemikian sehingga, dalam fatwa yang akan dikeluarkan DSN, harus ada poin khusus mengenai mekanisme untuk merubah aset riil tersebut sehingga pemegang aset ini dapat menggunakan hak pakai nya di dunia nyata.

Paramater kedua yakni Maqasid Syariah, saat ini, mayoritas kripto tidak terhubung dengan real world sehingga ketika harga berubah secara drastis, para pemegang kripto tidak bisa menyelamatkan asset digitalnya dengan menguasai real world asset. Tujuan syariah pada akhirnya menjaga agama, keturunan sampai dengan menjaga harta. Dan ketersambungan dengan real world asset harus terjadi dan dipastikan oleh otoritas berwenang agar harta ummat muslim bisa terjaga. Selain itu, untuk kripto yang sudah eksis, ketika ada coin yang juga dipergunakan juga untuk perjudian, pencucian uang dan hal-hal yang menjurus ke mudharatan, maka coin ini juga tidak bisa dikatan sebagai ”kripto syariah”.

Paramater ketiga adalah transparansi dan akuntabilitas kripto. Kripto memang secara sistem menggunakan blockchain dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Akan tetapi, untuk menjaga bahwa harta ummat muslim aman, perlu dipertimbangkan keterlibatan ulil amri sebagai penjamin seperti yang berlaku di industri Securities Crowd Funding yang tetap menggunakan KSEI dan KPEI. Paramater terakhir yakni pemenuhan hak dari pemiliki kripto, pemegang kripto harus di edukasi dengan baik dalam hal keuntungan nya maupun aspek yang paling krusialnya yakni risikonya. Jangan sampai para crypto exchanger hanya memperlihatkan hijaunya keuntungan di platform mereka tanpa mengingatkan bahwa suatu saat perdagangan akan bisa menuju ke arah sebaliknya ketika rugi terjadi dan warna hijau yang identik dengan cuan berubah menjadi merah yang berarti sebaliknya.

Kripto memang diharapkan menjadi batu loncatan bagi keuangan syariah untuk memperbesar kue ekonomi robbani ini. Akan tetapi, seperti layaknya pisau dengan dua mata, kripto bisa menusuk ummat muslim sendiri karena sebenarnya benefit yang lebih besar diberikan kepada kreator (exchanger) dan juga market maker dibandingkan dengan ummat muslim yang ikut berinvestasi di sektor ini. Semoga Allah Azza Wajalla menjaga ummat muslim dari harta yang berujung dan menjurus ke hal-hal yang terkait ribawi, maysir, dan gharar sehingga bisa mendzolimi harta kaum muslimin. 



Sumber asli: analisis.republika.co.id

Bagikan Berita Ini:
Facebook WhatsApp